Kamis, 04 Juli 2013

DISINTEGRASI SOSIAL DI TENGAH PLURALIS MASYARAKAT, SEBUAH KAJIAN KONDISI KEDOMPUAN.


DISINTEGRASI SOSIAL DI TENGAH PLURALIS MASYARAKAT, SEBUAH KAJIAN KONDISI KEDOMPUAN.
Oleh : Ardiansyah Ibrahim.

Dalam suatu masyarakat adanya perbedaan merupakan sebuah keniscayaan sebagaiman dalam QS. al hujuraat ayat 13 "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki - laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku - suku supaya kamu saling kenal - mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal". Plural dalam masyarakat inilah yang kemudian melahirkan pola – pola tersendiri Dalam kehidupan masyarakat, sehingga kemudian konsekuensi logisnya adalah perbedaan antar individu, kelompok dan golongan haruslah di terima di tengah – tengah masyarakat.


Plural dan konflik sosial.
Sub poin yang berikut ini kita akan mendiagnosis penyakit yang menyebabkan apa sesungguhnya penyebab penyakit sosial di kabupaten dompu nusa tenggara barat, kenapa kemudian hal ini perlu di bahas karena sesungguhnya menarik kemudian di bongkar segala unsure yang terlibat sebagai penyebab konflik sosial ini baik iitu kemudian unsure masyarakatnya, unsure pemudanya, factor pemimpinya, dan konflik sosial ini bagi penulis tidak akan memisahkan dengan demokrasi serta kekuasaan - kekuasaan yang di tawarkan oleh demokrasi baik itu menyangkut lembaga eksekutif, lembaga legislative maupun lembaga yudikatif.
1.       Unsur pemuda.
Berbagai media baik itu media cetak maupun media elektronik rata – rata memberitakan bahwa dari berbagai kasus konflik sosial di masyarakat dompu kebanyakan di sebabkan oleh pemuda dan pergaulanya sebagaimana kemudian di paparkan oleh anggota DPD RI asal NTB, Prof. Farouk Muhammad bahwa:
" pemuda di bawah umur 20 tahun menjadi sasaran empuk untuk didoktrin dengan paham-paham radikal. Selain itu, menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan aparat kepolisian turut juga menyebabkan masyarakat lebih percaya kepada isu-isu yang sebarkan dari SMS dan lainnya ketimbang langsung menanyakannya kepada aparat desa atau aparat Kepolisian " (SUARA NTB. Update. Selasa 08/01/2013)
Begitu juga yang di beritakan dalam vivanews lagi – lagi memaparkan bahwa konflik sosial terjadi akibat pergaulan pemuda yang kemudian cenderung berujung anarkis.
" Bentrokan ini disebabkan perkelahian antara pemuda kedua kelompok dalam sebuah acara organ tunggal. Aparat kepolisian masih menjaga lokasi agar bentrokan tidak terulang."
" Bentrokan kemarin dipicu persoalan adu balap motor liar. Akibatnya, massa dari dua desa saling serang menggunakan senjata rakitan dan senjata tajam. Sejumlah rumah milik warga dan kios yang berada di pinggir jalan, serta satu sepeda motor juga dibakar massa." (vivanews. Jum'at, 5 Juli 2013 | 09:49 WIB).
Artinya bahwa persoalan yang besar terhadap disintegrasi sosial di kabupaten dompu akibat ulah pemuda yang kemudian tidak bertanggung jawab dan tidak matang pada pendekatan kedewasaanya sehingga kemudian mampu di pengaruhi oleh lingkungan, dan factor eksternal yang memiliki kepentingan – kepentingan individual. Artinya bahwa sebagaimana pemuda yang merupakan pemicu lahirnya konflik sosial maka kemudian banyak factor kematangan yang belum terpenuhi dalam diri pemuda itu sendiri sehingga kemudian factor pendidikanlah yang yang menjadi usaha sadar dalam mematangkan manusia sehingga dalam kehidupan bermasyarakat pemuda akan tau tanggung jawab individualnya, maupun tanggung jawab sosialnya. Kenapa demikian, karena manakala pendidikan tidak kita tempatkan sebagai factor yang palng urgen dalam mematangkan manusia agar menjadi manusia yang sesungguhnya maka jangan heran sehingga konflik sosial akan terjadi di mana – mana, masyarakat yang tidak beradap akan terjadi dimana, dan disintegrasi serta kehancuran nilai – nilai yang menopang kehidupan bersosial hanya di tunggu tibanya saja.
2.       Unsur kepemimpinan.
Hal yang menarik yang kemudian saya coba analisis penyebab terjadinya konflik sosial yang terjadi di tengah – tengah masyarakat dompu ialah hilangnya sosok kepemimpinan yang menjadi pengembala, menjadi imam, yang kemudian di patuhi pembicaraanya, dan di teladani perbuatanya. Sebagaimana kemudian kita gunakan pendekatan historis bahwa masyarakat dompu ialah masyarakat yang sangat menjunjung tinggi nilai – nilai kepemimpinan dan ketokohan seorang pemimpin. Ketokohan dan kegagahan seorang pemimpin bagi masyarakat dompu bisa kita lihat sebagaiman mulai dari jaman naka, jaman ncuhi, jaman kerajaan serta jaman kesultanan. Jaman kesultanan masyarakat dompu saya nilai menggambarkan betul bagaiman karakteristik pemimpin yang di dambakan oleh masyarakat dompu, yang kemidan di teladani tingkah lakunya, dan di patuhi pembicaraan serta teguranya. Pemimpin dalam konsep ngusu waru ( pote waru ), yang kemudian delapan unsure yang kemudian mesti harus terpenuhi dalam diri seseorang yang akan memimpin, dalam diri seseorang yang akan menjadi imam masyarakat dompu. Manakala karakter kepemimpinan ini masih ada yang di lekatkan pada diri pemimpin sekarang maka konflik sosial bukanlah sebuah keniscayaan.
Tetapi masalah yang kemudian terjadi dewasa ini di daerah dompu, nilai seorang pemimpin yang junjung tinggi, dipatuhi, dan didengarkan pembicaraan serta perbuatanya sudah luntur seiring perkembangan demokrasi. Kenapa kemudian saya bahasakan luntur seiring demokrasi ternyata demokrasi menjadi salah satu pemicu baru lahirnya konflik sosial ini, tetapi pada sub yang ini kita masih akan membehas hilangnya karakter seorang pemimpin bukalah demokrasinya. Kalau saja kawan mau melihat di mana sesungguhnya karakter kepemimpinan yang hilang dari masyarakat dompu sekarang ini baik mari kita uji sama – sama sekarang.
·         dou maja labo dahu dinadai Ruma Allahu Ta’ala.
Ketika kita benturkan pemimpin dompu sekarang ini dengan kondisi masyarakat dompu sekarang ini, dompu magrib mengaji dll sebagaiman budaya budaya islam sudah semakinluntur di makan jaman, jadi criteria yang pertama dalam diri pemimpin dompu akan coba kita representatifkan dengan dengan jiwa keislaman masyarakat dompu. Pertanyaanya kenapa demikian??, karena ketika pemimpinya betul – betul menjunjungtinggi ketkwaan kepada tuhan maka jangan heran kalau masyarakatnya juga akan mengikuti apa yang di lakukan oleh pemimpinya. Artinya representative dari nilai ngusu waru pertama dari seseorang yang memimpin dompu sekrang ialah sejauh mana dia mempemposisikan amanah yang dia emban dalam rangka menciptakan jiwa – jiwa islami pada masyarakat dompu.
·         dou ma bae ade.
Artinya, orang yang memiliki kapasitas intelektual serta kepekaan jiwa (spiritual) yang mendalam sehingga dengan mudah menanggapi berbagai permasalahan yang terjadi, secara rasional dan intuitif serta tidak mudah bersikap emosional dalam arti negatif. Karena itu, ia selalu mampu mengontrol dirinya sedemikian rupa sehingga tidak mampu terbawa oleh pemikiran yang bersifat polaritas: prokontra, kiri-kanan, hitam-putih, dan sejenisnya (unca-anca, ngu’e-nga’e). Tapi ia mampu mengajukan pikiran yang partisipatif, akomodatif, dan adaptif. Jadi ia mampu memodernisasi, menjembatani, mencari titik temu, dari dua/lebih hal yang ekstrim sedemikian rupa sehingga ia mampu berada “ditengah-tengah”, menjadi wasit, adil dan santun. Dia tidak mudah terpancing untuk melakukan kekerasan, ia anti kekerasan sesuai dengan makna instrinsik dari kata DOMPU atau DOMPO. Berangkat dari dis integrasi sosial masyarakat dompu sekarrang, maka kemudian hal kedua yang mesti melekat pada diri seorang pemimpin masyarakat dompu juga sudah ikut luntur.
·         Dou mbani labo disa
Artinya orang yang memiliki sifat berani melakukan perubahan (reformasi) kearah yang lebih positif-konstruktif karena diyakini kebenarannya. Karena itu, ia berani mempertanggungjawabkan perbuatanya kini disini, di dunia, dihadapan UUD 45 dan pancasila serta dihadapan Allah SWT, yaitu dihari perhitungan yang amat cermat lagi teliti, di yaumul hisab, nantinya. Dalam al-quran telah dijelaskan yang artinya “Sesungguhnya aku yakin bahwa sesungguhnya kelak aku akan menemui hisab oleh dan terhadap diriku sendiri(QS. Al Haqqah, 69:20). Sesungguhnya revormasi fisik dan kesejahteraan sosial yang menindikasikan adanya jiwa konstruktif dari pemimpin dompu sekarang ini belum ada sama sekali. Buktinya bebeapa tehun terakhir ini di tengah – tengah terjadinya konflik sosial di daerah dompu tidak ada sama sekali formulasi serta restorasi fisik yang diciptakan oleh pemimpin dompu dewa ini.
·         dou ma lembo ade ro ma na’e sabar.
Artinya orang yang lapang dada (berjiwa demokratis dan akomodatif) yang mampu menjembatani hal-hal yang dapat menimbulkan polaritas (pro-kontra). Dengan berkat kesabarannya ia tidak mudah memihak kepada hal-hal yang nampaknya secara lahiriah, menguntungkan, padahal justru membahayakan. Dengan demikian ia, mampu mengatasi berbagai krisis yang terjadi. Karena ia memiliki tekad/semangat yang membaja dalam meraih tujuan yang lebih luhur, lebih membahagiakan. Ia mantapkan tekad/semangat dengan mengatakan” kalembo ade, kana’e saba, kapaja syara’, sia sawa’u, su’u sawale. Insya Allah, Allah SWT akan menolong siapa saja, selama orang tersebut memiliki sikap seperti itu. Perhatikan QS. Al-Baqarah, 2: 45 dan 153 yang artinya “Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu’”. Sabar itu selalu pahit pada awalnya, tetapi manis pada akhirnya. “Sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang patut di utamakan”(QS. Ali Imran, 3:186). Saya kira jiwa ini belum saya lihat dari pemimpin kita sekarang, karna saya lihat justru ketika terjadi konflik antar kampong yang terjadi hanyalah tindakan represif dari anggota kepolisian, diman – mana hadir peluru nyasar. Saya kira ini kita akan kembalikan pada sosok pemimpin kita.
·         dou ma ndinga nggahi rawi pahu.
Artinya, orang yang jujur. Orang yang satu kata dengan perbuatannya (tidak hipokrit), karena apa yang telah dikatakan atau yang telah disepakati bersama misalnya, itu pulalah yang akan dilaksanakanbersama secara arif, sehingga menghasilkan suatu yang sangat positif dan konstruktif, ntau pahu. Hal itu dimungkinkan karena ia memiliki kemampuan terutama dalam hal penggunaan kata/kalimat yang secara psikologis dan secara moral dapat mengantarkan dirinya dan orang lain kepada satunya kata dan perbuatan.
Ungkapan tersebut sesungguhnya merupakan manifestasi dari orang yang kuat imannya (cia imbina) kepada adanya Allah SWT sebagai pencipta alam semesta sekaligus sebagai pelindung dan pemeliharanya. Keimanan seperti itu, harus diyakini dengan hati (kapodaku ba ade), diucapkan dengan lisan (rentaku ba rera/lera) dan diamalkan dengan anggota badan (karawiku ba weki/sarumbu). Ketiga-tiganya harus berjalan secara simultan dan seimbang. Bukan sebaliknya, nggahi wari pahu (hipokrit). Bukan seperti itu. Karena ia yakin bahwa allah SWT sangat marah (benci) kepada orang-orang dengan tipe seperti itu. QS. As-Saf, 61: 1-2, yang artinya “Hai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan (sesuatu) apa yang kamu tidak perbuat. Amat besar kebencian di hadirat Allah SWT (apabila) kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”.
Karna topic pembahasan kita hari ini ialah konflik sosial konsep yang di tawarkan sebagai formulasi untuk meredam dan mengahiri konflik sosial di masyarakat ompu sekarang belum ada sama sekali. Karna makalah sudah ada konsep yang di tawarkan oleh sosok pemimpin harii ini niscaya hasilnya akan kita lihat, niscaya konflik sosial dan disintegrasi sosial akan berakhiir di daerah dompu tercinta ini. Disinilah korelasi karakter " ndinga nggahi ro rawi " dari seorang pemimpin dompu.
·         dou ma taho hid’i atau londo dou ma taho.
Artinya, orang yang memiliki integritas kepribadian yang kokoh-kuat dan berwibawa. Dedikasinya tinggi serta loyal akan perjuangan, menegakkan keadilan dan kebenaran. Jadi, taho hid’i disini, bukan pada penampakan fisik kejasmaniannya yang tampan, cantik, dan/atau gagah saja. Bukan itu, itu belum cukup. Tetapi yang sangat penting pada aspek integritas kepribadian yang sidik (jujur), tidak bohong, amanah (dapat dipercaya), tidak khianat, tabaliq (transparan dan komunikatif) tidak sembunyi-sembunyi, serta fatonah (cerdas dan kreatif), tidak bohong/dungu, sedemikian rupa, sehingga menampakkan pribadi manusia seutuhnya: proporsional dan harmonis. Harmonis antara fisik-kejasmanian dan psikhis-kerohanian, secara sempurna. Atau meminjam istilah dalam tasawuf, ia menjadi “insan kamil”, yaitu manusia yang selalu dalam “proses menjadi” sempurna.

Jadi “dou ma taho hid’i” atau “londo dou ma taho”. Artinya orang yang seimbang antara struktur tubuhnya yang gagah (pria) atau cantik (wanita) dan berakhlak baik/akhlakul karimah. Pertanyaan saya kemudian apa yang sudah di perjuangkan oleh pemimpin kita dewasa ini yang menggambarkan kegagahan dan kecapanya dalam memimpin. Buktinya adalah konflik sosial masih etrus terjadi dii daerah dompu ini.

·         dou ma d’i woha dou.
Artinya, orang yang selalu merasa terpanggil untuk mengambil tanggung jawab, ditengah-tengah komunitasnya, baik ditingkat lokal, memiliki akses tingkat nasional, dan syukur-syukur di tingkat Internasional. Dan karenanya, ia selalu dekat di hati rakyat, ia selalu dicintai rakyatnya. Dengan demikian, ia selalu unggul dalam setiap kegiatan yang bersifat kompetitif dan yang melibatkan orang banyak (publik). Betapa tidak, karena ia selalu hadir di tengah-tengah publik, baik dikala suka maupun dikala duka, dengan tidak membeda-bedakan status sosial; kaya-miskin, orang kota-orang gunung, bangsawan-budak (ada dou). Ia berkeyakinan bahwa kesusahan, penderitaan orang lain, adalah peluang baginya untuk beribadah kepada Allah SWT, dengan cara memudahkan urusan sedemikian rupa, sehingga orang itu merasa berbahagia berada di sampingnya.
Jelas bahwa karakteristik ini kemudian juga belum terpenuhi dalam diri seorang pemimpin yang ada di tengah – tengah masyarakat dompu dewasa in, sebagaiman kemudian disintegrasi sosial di dompu dewasa ini belum ada yang hadir sebagai soslusi bagi masyarakat, yang kemudian menyadarkan masyarakat, yang kemudian di dengarkan pembicaraanya dan di teladani tingkah laku serta perbuatanya.
·         dou ma ntau ro wara.
Artinya, orang yang memiliki kekayaan (maksudnya, bukan hanya memiliki kekayaan bersifat materi-kebendaan saja, tetapi yang penting, kaya rokhani), sehingga tidak mudah tergoda oleh hal-hal yang bersifat materi. Betapapun ia menghajatkannya. Atau menurut ungkapan yang populer di era roformasi dewasa ini, ia tidak mau melakukan KKN alias Kuku Keko Ndimba (istilah lokal). Betapapun ia menghajatkan materi-uang, karena sangat bertentangan dengan hati nuraninya, bertentangan dengan sifat-sifat yang terpuji seperti yang tersebutkan di atas. Jadi, dia sudah merasa kaya secara rokhaniah maupun secara moral. Dengan demikian, ia mampu menilai bahwa sebuah benda yang berharga itu, tidak ubahnya ibarat sebutir batu/kerikil yang berserakan disepanjang jalan. Ia sama sekali tidak terusik untuk memilikinya melebihi porsi yang diperlukannya. Lagipula, sesuai dengan haknya tidak lebih dari itu.
Kekayaan yang mesti tepenuhi dalam diri seorang pemimpin dompu ialah kaya secara ilmu pengetahuan, serta kaya akan kepribadian dan budi pekerti luhurnya, nah ketika kemudian kita benturkan kepada sosok pemimpin kita dewasa ini sudah terpenuhi nga kekayaan yang kita dambakan tersebut???.
Dari pengujian di atas jelas bahwa apa yang kita dambakan dari sosok pemimpin ngusu waru ( pote waru ) di tengah – tengah masyarakat dompu sudah luntur dimakan jaman, sehingga di heran ketika kemudian disintegrasi sosial terjadi di berbagai daerah di dompu, karna memang tidak ada sosok imam secara spiritual bias mereka dengarkan pencerahanya, tidak ada sosok sosok imam secara intelektual yang kemudian berada di tengah – tengah mereka yang selalu melahirkan solusi, pandangan konstruktif yang kemudian mengisi jiwa – jiwa yang dahaga, jiwa – jiwa yang lapar dan haus akan integrasi sosial di tengah pluralitas masyarakatnya.
3.       Aktor Demokrasi dan masyarakat.
Kenapa kemudian saya menyertakan demokrasi sebagai salah satu penyebab terjadi konflik sosial di tengah – tengah masyarakat dompu, karena memang tidak bias di nafikkan banyak kemudian penyelanggaraan pemilihan umum mulai dari memilih kepala daerah, sampai pada pemilihan kepala desa cenderung memicu terjadinya konflik sosial. Pada poin ini saya tidak menyalahkan demokrasinya tetapi pada poin ini saya menganalisi keterlibatan actor demokrasi dan kesiapan masyarakat untuk berdemokrasi.
Dalam tulisan ini saya coba tempatkan actor demokrasi sebagaimana pemicu terjadinya konflik sedangkan masyarak merupakan pihak yang di picu melakukan konflik.
Demokrasi yang di praktek dewasa ni membentuk pengkotakan – pengkotakan baru antar kelompok simpatisan yang kemudian karena di picu simpatisan fanatisme maka terjadilah permusuhan antar simpatisan, peranan actor politik sangat besar disini diman kemudian doktrin – doktrin fanatisme terhadap simpatisanya berujung pada tindakan berlebihan oleh simpatisan terhadap kelompok lain. Di samping ini persainga politik yang tidak secara sehat menjadi satu kesatuan yang melahirkan konnflik antar kelompok masyarakat. Hal inilah kenapa kemudian penulis memasukan actor demokrasi serta masyarakat sebagai fariabel dalam memicu dan melahirkan konflik sosial.
4.       Lemahnya yudikatif serta regulasi Negara.
Poin ke empat ini saya coba lirik pihak pengawas penyelengara konstitusi yang kemudian seolah – olah buta serta binggung harus melakukan apa untuk meredam konflik sosial yang terjadi secara berturut – turut di dompu nusa tenggara barat ini. Karna saya kita antara konstitusi serta regulasi Negara yang di tunduki bersama sebagai seperangkat aturan dan nilai yang telah di sepakati bersama dan di tunduki bersama pula dalam menopang keberlangsungan sejarah dan peradaban, dengan pelangaran – pelangaran terhadap seperangat aturan tersebut merupakan satu kesatuan masalah yang mesti harus kita jawa di mana pertanyaanya ialah yang pertama apakah sesungguhnya aturan yang berlaku sudah merupakan aturan yang di sepakati bersama dengan masyarakat sehingga masyarakat tau bagaiman aturan yang menopang hidupnya sehingga mereka harus dan wajib tunduk terhadap aturan tersebut, ataukan aturan tersebut merupakan aturan yang di sepakati bersama oleh pemerintah sehingga masyarakat tidak sadar dan tidak tau apa aturan yang telah di sepakati sehingga kemudian masyarakat binggung mau tunduk terhadap aturan yang mana dan berujung pada ketidak tundukan terhadap aturan yang ada?, yang kedua ataukah pihak pengawas dan pengadil yang kemudian masih tidur dan binggung dengan apa yang harus mereka lakukan dalam menegakkan aturan yang telah di sepakati dan ataukah memang mereka sendiri tidak tau yang mana aturan yang ada dan menopang peradaban mereka sehigga kemudian mereka ikut tergabung dalam melanggar aturan tersebut??. Dan sudara – saudaraku inilah yang perlu kita jawab bersama. Silahkan yang mau jawab tulis di komentarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan berikan kritik dan saran anda.